BELUM lama ini saya mendapatkan surat undangan dari seorang teman lama, sewaktu masih masih aktif di organisasi kampus. Kawan itu datang pada malam hari, dengan membawa empat helai kertas berdesain lux plus foto-foto mesra.
Entah, sudah berapa banyak silih berganti surat undangan seperti itu atau sekedar SMS pemberitahuan ihwal walimatul ursy jatuh ke tangan saya. Kala membacanya, di dalam hati pun kerap terselip pertanyaan,"”Kapan ya menyusul?”
Begitulah yang selalu terlintas dalam benak saya. Apalagi, saat melihat rekan saya yang datang kali itu membawa banyak surat undangan untuk disebarluaskan kepada teman-teman lain, atau kerabat.
“Wah, enak nih sudah dapat calon!” kata saya saat menerima undangan itu. "Ya, namanya juga jodoh, Yan, ” jawabnya.
Nah, kebetulan kawan saya itu datang bersama calon isterinya. Dia bilang, calon isterinya itu sudah layak dan sangat sesuai dengan kriteria akhwat shaleha yang dia cari.
Yah, itulah yang namanya jodoh! Kadang selama ini, saya atau yang lain sering kali menganggap jodoh adalah sebuah misteri. Artinya, jodoh adalah sesuatu yang tak dapat diketahui oleh manusia--hanya Alloh yang mengetahui hal tersebut.
Anggapan orang-orang bilang bahwa jodoh adalah misteri terlihat dengan sebuah kepercayaan jika jodoh merupakan sesuatu yang telah Alloh tentukan untuk kemudian disembunyikan dari hambanya, sehingga dia sama sekali tak bisa mengetahuinya.
Tetapi, saya berpikir, benarkah jodoh itu misteri? Apakah jodoh adalah sesuatu yang telah ditetapkan dan diatur Alloh begitu saja? Apakah tak ada kebebasan bagi manusia untuk memilih jodoh bagi dirinya sendiri?
Memikirkan soal ini, mengingatkan saya pada Murabbi ketika ia mengajukan kepada Ma'du-nya di halaqah. MR saya itu bilang, ”Siapa nih yang sudah siap nikah? Di tangan saya ada proposal akhwat yang mencari ikhwan. Siapa di antara kalian yang siap menjadi calon suaminya?" kata Murabbi itu.
Tiba-tiba suasana halaqoh pun jadi hening. Saya dan teman-teman satu kelompok hanya saling pandang. Kadang senyum tertahan tampak dari mimik kami. Kiranya, siapa yang bersedia berumah tangga alias menerima tantangan ustadz?
Sekian lama bengong, akhirnya suasanya pun menjadi riuh. Saling tunjuk pun terjadi. “Nah, ente aje deh yang buru-buru nikah. Ente kan udah gawe dan mapan? Siapa sih akhwat yang tak mau?” Itulah kalimat-kalimat yang terlontar dari kawan-kawan saya yang lain. Mereka saling tunjuk mencari sasaran dengan memilih saya.
Hah????Saya? Sepertinya tidak! Kenapa? Karena saya belum bisa dikriteriakan ikhwan yang mapan untuk sebagai lelaki yang siap menikah. Memang menikah adalah suatu hal yang sunnah yang perlu di laksanakan.
Tapi, bagaimana kalau seorang seperti saya belum mapan—menikah juga bukan sebuah permaianan. Karena dalam suatu pernikahan tersimpan suatu yang sakral untuk kita hormati. Untuk itulah saya tak mau terburu-buru. Toh, nanti jodoh akan datang sendirinya—Alloh yang akan memberi jalan-Nya dalam ikhtiar saya. Semoga!
Namun dengan demikian, ada hukum kehidupan yang kita kenal dan juga pepatah “Tak Kenal Mak Tak Sayang. Tak Sayang Maka Tak Cinta”. Artinya, untuk memeroleh pasangan hidup, maka kita harus ada proses interaksi terlebih dahulu. Jadi, sangatlah tak mungkin kalau seorang berdiam diri saja di rumah, tanpa berinteraksi atau ber muamalah dengan siapa pun bakal memeroleh pasangan.
Oleh karena itu jodoh kita berada di tempat di mana kita berada dengan tingkat intensitas yang tinggi. Apabila, kita sering nongkrong di CafĂ©, tentu kita akan memeroleh jodoh di tempat di mana kita nongkrong. Seperti ungkapan yang sering terdengar, “Kalau bergaul dengan tukang minyak wangi, aroma wanginya akan ikut menempel. Begitu juga kalau bergaul dengan seorang pembunuh, tentunya kitajuga akan kecipratan darahnya pula!”
Entahlah, benar atau tidaknya saya juga masih rancu dengan pepatah tersebut.
Tapi bagi saya itu tak ada pengaruhnya dalam kehidupan pribadi. Begitu juga ketika menentukan jodoh! Kalau ingin mendapatkan akhwat shaleha, ya kita harus banyak pergi ke majlis taklim bukannya ke bar maupun ke pub. Bukankah begitu?
Jadi jodoh bukanlah sebuah misteri, karena pada dasarnya kita dapat mengetahui siapa yang kira-kira akan menjadi jodoh kita?
Lalu bagaimana dengan orang yang sudah menikah dan kemudian cerai, apakah itu bukan jodoh? Janganlah kita katakan, ”bukan jodoh” atas hal tersebut. Sesungguhnya hal tesebut kegagalannya dalam mengelola hubungan dengan seseorang di mana seseorang masih mengedepankan egon-nya.
Terus bagaimana dengan yang belum dapat pasangan? Seperti saya contohnya yang high quality jomblo? Hahahahaha.....
Hal itu bukankah berarti Alloh belum menimbulkan atau memilih seseorang untuk kita karena seperti yang telah saya sebutkan tadi, pengalaman saya bahwa masalah siapa-siapa adalah urusan sendiri. Dan apabila kita masih belum mendapatkan pasangan juga, jangan men-judge-Alloh dengan kata: belum jodoh!
Sebab, bisa jadi ada yang tak beres pada diri kita. Hehehe....Jodoh, itu memang pulang tak di antar, datang tak dijemput....Kalau ingin datang, jemputlah ia....Nah, masalahnya, saya belum mau 100% menjemputnya hingga semua harus kembali berpulang! Gitu lho rekan-rekan.....