Stop ghibah?
Ghibah atau ngrumpi memang merupakan kegiatan paling asyik dan menyenangkan saat kumpul di sana-sini. Tahukan? Dengan ghibah, kepuasan batin itu bisa muncul. Seolah-olah semuanya tertumpah dan terlampiaskan.
Mengapa sih aku terkadang masih terjebak pada perbuatan ini? Mengapa pula, aku menjadi ingin tahu kondisi atau kabar apapun tentang orang lain? Mengapa juga aku musti bertanya dan mengajak orang untuk berbicara soal ini dan itu atau tentang siapa dan apa?
Padahal, masih ada kan pembicaraan lain. Pembahasan lain. Atau semunya yang serba lain....
Tapi inilah susahnya. Ghibah itu telah jadi menu. Kadang, aku sudah coba untuk tidak melakukannya, namun eh...teman ngomong malah ngajakin ngrumpi tentang kantor, soal dia, ia, dan hahahaha....apa sih?????
Hmmmm...gimana ya untuk bisa menghindar? Kalau gak ngomongin orang lain, apa harus bicarain diri sendiri saja? Wah, bisa-bisa tergolong kaum narsis alias terjebak ujub! Kalau ini dibiasakan, toh gak baik juga kan? Lama-lama, kita bisa sakit. Bermain diangan-angan dan mimpi sendiri hingga menganggap apa yang dilakukan orang lain itu selalu salah di mata kasat atau hati kita!
Lantas, baiknya gimana dong? Bingung kan?
Wew, mengapa repot! Bukankah, ghibah itu memang adalah bagian dari silaturrahim yang ada di sekitarku?
Tak percaya? Lihat sajalah, bila kita ketemu teman, pasti juga ikut membicarakan teman yang lain. Meskipun hanya bilang, ”Gimana kabar si anu? Dia lagi sibuk apa? Terakhir bagaimana?”
Nah, berhubung tak bisa dihindari, ya aku gak bisa dong menyetop ghibah! Cuma, satu komitmenku, sportiflah! Yah, aku puji dia dihadapan orang lain bila memang dia layak mendapatkan itu semua. Atau, mengapa kita tutupi aib ia, bila ternyata dirinya sendiri tak mampu menjaga aibnya itu?
Sebab, saat ia mulai bercerita tentang aib dirinya, maka babak kenaifan itu sudah ditabuh. Bukankah Alloh sebenarnya sudah menutup aibnya itu di kala pagi hari???? Jadi, mengapa ia memaksakan bercerita di siang harinya???? Wallohu’alam deh!