Friday, October 06, 2006


Alfath

Ada keceriaan kala itu! Ketika langkah gontai kita mengayun bersama. Menyelesuri hening desa tempat kita mengaji. Kepuasan? Kau muncul!

Lihatlah itu. Muka kita lugu. Serasa tak ada dosa. Kalian semua berseragam. Sedang aku, hanya puas sekedar melihat kalian berbahagia. Bercanda. Dalam rajut ukhuwah. Kita pernah berjanji: selalu bersama.

Alfath....
Senandungmu pernah bergetar!
Serumu pernah menggelegar!
Dan degup degapmu pernah membara

Dalam hijjah
Dalam ukhuwah
Dalam jihad
Dan dalam manis zikir....!

Kita berpisah!
Bersama egomu
Egoku
dan...
(turyanto81@yahoo.com)

Karet

PE Karet Segera Diberlakukan

Oleh Turyanto
Wartawan Bisnis Indonesia

Kabar akan dikenakannya pajak ekspor (PE) untuk komoditas karet menggelinding.
Pemerintah melalui Departemen Keuangan (Depkeu) tampaknya telah berketetapan hati untuk menggulirkan kebijakan itu. Bahkan, surat resminya pun sudah dikeluarkan. Ancaman serius bagi petani karet, di saat bulan madu tengah berlangsung.

Faisal Basri berseloroh. Ekonom asal Universitas Indonesia (UI) itu menyatakan pemerintah dalam waktu dekat ini akan mengenakan pajak ekspor (PE) untuk karet, meski ia lebih suka menyebut dengan istilah pungutan ekspor. Malah, menurut dia, surat resmi dari Depkeu telah keluar.

Ungkapan Faisal tersebut muncul ketika Kamar Dagang Indonesia (Kadin) membuat road map industri 2010 dan roundtable discussion visi 2030 di hotel Four Seasons akhir bulan lalu.

Karuan saja, peserta yang dihadiri oleh kalangan pengusaha dan asosiasi perkebunan tersebut saat itu terkejut mendengar kabar yang disampaikan Faisal.

Walau bagaimana, jika pemerintah positif memberlakukan PE karet, jelaslah kabar ini tidak baik untuk pengusaha, apalagi petani. Sebab, pendapatan mereka secara otomotis pasti turun.

“Sekarang saat harga karet bagus, pemerintah malah mau mengenakan PE. Janganlah, kasihan petani,” ungkap Faisal.

Dia mengatakan berita awal rencana pengenaan PE karet tersebut mencuat kala Gabungan Perusahaan Karet Indonesia (Gapkindo) melakukan pertemuan di Bali pada 26-28 Juli lalu.

Berdasarkan pertemuan itu, menurut dia, munculah keluhan dari Gapkindo bahwa pemerintah dalam waktu dekat ini siap memberlakukan kebijakan baru dengan mengenakan PE untuk karet.

“Mereka (Gapkindo) bercerita ke saya, kalau karet akan kena PE. Tapi besarnya saya belum tahu,” jelasnya.

Menurut Faisal, sebenarnya pemerintah tak perlu memberlakukan kebijakan itu. Karena, tegasnya, selama ini tata niaga karet berlangsung tanpa ada regulasi dari pemerintah.

Jadi, katanya, apabila sekarang harga karet tengah melambung, maka sebenarnya yang menikmati juga adalah petani, menyusul hampir 85% perkebunan karet dimiliki oleh petani.

“Sehingga bisa dilihat, yang terkena imbasnya juga petani. PE CPO (crude palm oil) dan batubara saja sedang diusahakan untuk kita hapus, masa sekarang mau ditambah karet?” tanyanya.

Senada dengan Faisal, Asisten Perkebunan II Deputi Bidang Industri Agro Kertas Percetakan dan Penerbitan Kementerian BUMN Rusdonobanu mengakui pernah mendengar rencana itu. Menurut dia, apabila Depkeu jadi menerapkan PE ini, maka penghasilan BUMN perkebunan bisa merosot.

“Beberapa waktu lalu rapat Kadin sempat membahas hal ini. Tapi saya tidak seberapa memperhatikan. Katanya mereka akan membuat pernyataan menolak,” ungkapnya.

Menurut Rusdonobanu, selama ini karet merupakan komoditas andalan PTPN yang cukup signifikan menggenjot laba perusahaan.

Secara terpisah, Asril Sutan Amir, Wakil Ketua Umum Gapkindo mengatakan dirinya memang pernah mendengar rencana pemerintah yang akan mengenakan PE untuk karet. Namun, terkait kepastiannya, Gapkindo belum mengetahui secara detail.

“Kalau sampai diberlakukan, ini beban baru bagi kami. Sebab, kami sudah banyak terbebani pajak. Toh, nanti pada akhirnya petani yang akan merasakan,” katanya ketika dihubungi Jurnal Nasional kemarin.

Menurut dia, dampak paling ekstrim dari penerapan PE ini adalah turunnya pendapatan yang akan diterima oleh petani, karena harga jual karet mentah turut anjlok.

Pada akhirnya, lanjut ia, produksi karet nasional bisa menurun drastis, seiiring dengan rendahnya minat petani menanam karet.

“Dari 3,3 juta hektare total luas perkebunan karet nasional, 85% merupakan milik petani. Jadi imbas penerapan PE, ya petani juga,” jelasnya.

Terkait produksi, Asril mengatakan hingga semester I/2006 produksi karet nasional telah mencapai 1,1 juta ton. Sedangkan pada semester II/2006 pihaknya menargetkan dapat menembus 0,9 juta ton, sehingga total produksi karet untuk tahun ini diprediksi 2 juta ton.

Sementara itu, menurut dia, nilai ekspor karet domestik pada semester I/2006 mencapai US$2 miliar atau naik sekitar 6% dan diperkirakan mampu mencapai US$4,2 miliar hingga akhir tahun ini.

Perolehan ekspor pada semester I itu berasal dari 1 juta ton karet, sementara Gapkindo memprediksikan tren kenaikan ekspor itu akan terus berlanjut sampai akhir tahun ini, sehingga Indonesia berpeluang meraih devisa senilai US$4,2 miliar setara 2,1 juta ton.

Asril mengatakan ekspor periode Januari-Juni tahun ini tumbuh signifikan, yakni naik 6% dibandingkan periode sama yang tahun lalu. Dengan volume ekspor lebih dari 1 juta ton, nilai ekspor sekitar US$2 miliar, dengan harga rata-rata US$2 per kg

Kinerja ekspor karet itu, lanjutnya, diharapkan bisa mendukung kelanjutan kenaikan ekspor nonmigas dalam negeri sepanjang 2006, setelah ekspor Mei berhasil mencatat rekor baru senilai US$8,34 miliar.

“Terdapat beberapa faktor pendukung penting atas kinerja ekspor karet, yakni tingkat kebutuhan dunia tetap tinggi, terutama China, India, Eropa dan AS,” paparnya.

Selain itu, lanjut dia, kini banyak kalangan perusahaan dan perorangan di Tanah Air yang banyak berminat menanam karet, sehingga dapat mendukung peningkatan produktivitas nasional.

Gapkindo sendiri, katanya, terus berupaya aktif melakukan kampanye dan promosi pemasaran ke sejumlah negara tujuan ekspor tradisional, serta berupaya menggarap pasar baru di sejumlah kawasan. Di antaranya kawasan Mediterania dan Australia, yang merupakan pasar potensial bagi karet Indonesia.