Thursday, September 04, 2008

Meluruskan Moral Puasa

SUATU ketika, Rasulullah Saw pernah bertanya kepada para sahabat-sahabatnya:

”Tahukah kalian, siapa orang yang bangkrut itu?” Para sahabat pun kemudian menjawab,”Orang yang bangkrut adalah mereka yang kehilangan hartanya dan seluruh miliknya ya, Rasul."

Mendengar ucapan sahabat-sahabanya itu, Nabi berkata, “Tidak!” ”Lantas, siapa mereka itu ya, Rasulullah?” tanya sahabat.

Nabi pun kemudian mengatakan bahwa mereka yang bangkrut adalah orang yang datang pada hari kiamat dengan membawa pahala dari puasanya, zakatnya, hajinya, namun saat pahala-pahala itu ditimbang, datanglah orang mengadu, ”Ya Allah dulu orang itu menuduhku pernah berbuat

sesuatu padahal aku tak pernah melakukannya.” Lalu, Allah menyuruh orang yang diadukan itu untuk membayar kepada pengadunya dengan sebagian pahala dan menyerahkannya.

Kemudian datang orang yang lain lagi dan mengadu, ”Ya Allah hakku pernah diambil dengan sewenang-wenangnya.” Lalu Allah menyuruh lagi membayar dengan amal shalehnya kepada orang yang mengadu itu.

Setelah itu datang lagi orang yang mengadu, sampai seluruh pahala shalat, haji dan puasanya tersebut habis untuk membayar orang yang pernah haknya dirampas, yang pernah disakiti hatinya, yang pernah dituduh tanpa alasan yang jelas.

Semuanya dia bayarkan sampai tak tersisa lagi pahala amal shalehnya. Tetapi, orang yang mengadu masih datang juga. Maka, Allah memutuskan agar kejahatan orang yang mengadu dipindahkan kepada orang itu.

Rasulullah melanjutkan,”Itulah orang yang bangkrut di hari kiamat, yaitu orang yang rajin menjalankan upacara-upacara ibadah (shalat, puasa, zakat, dan lain sebagainya) tetapi dia tak memiliki akhlak yang baik. Dia merampas hak orang lain dan menyakiti hati mereka.”

Kisah percakapan Rasulullah dengan para sahabat ini, tentu cukup menggambarkan kepada kita, betapa ibadah yang selama ini kita lakukan akan sia-sia bila tidak diikuti dengan perubahan akhlak. Sebab, setiap ibadah, termasuk puasa, di dalamnya terkandung pesan moral yang mendidik nilai tertentu, akhlak tertentu agar sang hamba bisa kian dekat dengan Allah, Swt.

Bahkan, begitu mulianya pesan moral tersebut, Rasulullah sampai menilai ’harga’ suatu ibadah itu dilihat dari sejauh mana kita mampu menjalankan pesan-pesan moral itu. Karenanya, bila ibadah yang kita jalankan tersebut tak mampu meningkatkan akhlak kita, maka Rasulullah menganggap bahwa ibadah itu tak bermakna apa-apa. Dengan kata lain, kita tak melaksanakan pesan moral ibadah ini.

Lantas, mengapa Islam sangat menekankan prinsip moral itu? Prinsip akhlak itu? Karena kedatangan Rasulullah sendiri tak sekedar mengajarkan zikir dan doa. Nabi sudah secara tegas mengatakan misinya di bumi ialah menyempurnakan akhlak, termasuk ibadah puasa, bangun di tengah malam, dan shalat. Semuanya diarahkan demi menyempurnakan akhlak manusia.

Bahkan, kalau ada orang yang menjalankan pelbagai ibadah, tetapi kurang memperhatikan akhlaknya, sekali lagi Islam tak pernah menghitungnya sebagai ibadah.

Ada pernyataan kepada Rasulullah,”Ya Rasulullah ada orang yang berpuasa di siang hari dan bangun di malam hari untuk melakukan qiyamul lail, tetapi ia menyakiti tetangganya dengan lidahnya.” Maka Nabi menjawab, ”Dia di Neraka.”

Lalu, apa sebenarnya yang menjadi pesan moral ibadah puasa yang kita lakukan saat ini? Salah satunya adalah dilarang memakan makanan haram. Agar kita menjaga diri jangan sembarang memakan makanan. Bahkan, makanan halal pun tak boleh kita lakukan sebelum datang waktunya.

Pesan moral Ramadan adalah jangan jadikan perut Anda sebagai kuburan orang lain. Jangan jadikan perut Anda sebagai kuburan rakyat kecil.

Jangan pindahkan tanah dan ladang milik mereka ke perut Anda. Itulah pesan moral puasa yang mungkin relevan dengan kondisi bangsa saat ini. Semoga kita berpuasa sesuai dengan hakikatnya dan meluruskan moral ibadah kita dengan perbaikan akhlak.

Mudik, Jalan, Mudik....!

HARI mendadak mudik. Hehe, bukan berarti pulang kampung. Tapi, baru saja selesai ngisi form-form liputan mudik. Wadauuu...seperti biasa, tahun ini kena jatah lagi meliput kesiapan jalan di jalur pantai utara dan selatan. Tujuannya sih, gak jauh-jauh. Cuma sampai Purwekerto terus balik lagi ke Jakarta.

Nah, saya berangkat rencananya, Rabu 10 September esok. Pulang Minggu. Lumayan juga tuh, pasti bisa bikin aku patah tulang. Untungnya, aku punya kenalan dari manajemennya Anissa Bahar. Jadi, bisa diajarin dulu deh, goyang patah-patah....hahahaha...So, di jamin, meski badan bakal remuk redam tapi karena dibawa bergoyang, akan balik modal....

Tapi, ada yang ganjel nih! Puasa...puasa, pasti jadi agak susah ibadanya. Secara tak langsung, perjalanan-perjalanan keluar kota kayak gini, pastilah membuat aku jadi terganggu. Wah, bisa gak khusu' nih ibadanya di Ramadan.

Jadi, ingat tahun lalu. Puasa pertama sampai hari keempat ada di Lombok. Buka puasa di Segigi. Cari makan agak susah. Jatuhnya, makanan padang melulu. Belum lagi, karena pas musim panas, energi terkuras setelah seharian mutar-muter liputan. Trawihnya pun gak jelas. Gara-gara start yang buruk itulah, aku harus legowo bila satu bulan berpuasa terasa hambar..Aku cuma lapar dan haus saja secara fisik yang akan selesai, bila dahaga dan lapar terobati. Namun, ruh ini? Mana ketehe.....????

Terus, tahun sebelumnya, ceritanya nyaris sama. Lagi di Banjarmasin. Berputar-putar hingga berujung di Entikong. Weleh-weleh, bener-bener mabok....

So, doakan, aku bisa berpuasa dengan tenang dan sesuai hakikat tahun ini. Aku juga akan berbagi cerita jalan-jalan. Sekalian berbagi info makanan enak..... Allohuakbar!!! Jangan nyerah sama kerjaan!

Mulai dari yang ringan....

LAMA gak ngeblog, kangen juga. Sebenarnya sih, ingin memulai lagi dengan yang ringan-ringan saja. Yah, mengembalikan blog-ku ini seperti pada trah-nya. Menjadi catatan elektronik harian, dan atau semua keluh kesah perjalanan tiap hari.

Well, meski tak ada yang liat, setidaknya aku sendiri saja deh yang liat. Lumayan kan, bisa dijadikan sebagai tempat menghibur diri di antara kegamangan dan kekesalan duniawi.

Go, go, up date lagi. Kamu ada karena mau berbeda.....