Sunday, September 14, 2008

Susah tidur


Malam ini aku kembali susah tidur. Entahlah, apa yang sedang menimpa diriku ini. Aku juga tak tahu musabab mengapa aku susah tidur. Pikiran? Ah, bukan! Tiada sesuatu serius yang terjadi akhir-akhir sehingga membuatku harus begini.

Namun, yang jelas, aku gelisah. Teramat gelisah! Seolah ada seseorang yang terus mengawasi dan memerhatikan diriku. Dia mengintip. Mengetuk relung-relung nadiku dan ingin larut di tiap desir nafasku.

Padahal aku sudah mencoba tenang dalam lafadz tilawah. Hanyut dalam dzikir dan terdengkur dalam bacaan panjang surah qiyamul lail. Tapi, dia.....? Hmmmm...seakan berada di sampingku, menemani sholatku, dan berujar, Amin.....!

Ah, siapakah dia? Diriku sesungguhnya? Atau??? Mengapa dia mengusikku? Membuat aku kikuk, menerawang dalam alam pikir kosong hingga tak tahu apa yang sebenarnya aku pikirkan saat ini. Yah, aku tak tahu! Hanya kegelisahan yang ada. Gelisah! Gelisah! Dan, gelisah!

Ya, Alloh, Engkau maha tahu atas apa yang sedang terjadi dalam hidupku ini. Jika hamba-Mu ini memiliki salah, ingatkanlah! Bila hamba-Mu dhoif dan pernah melukai seseorang, tunjukkanlah. Hamba-Mu akan meminta maaf dan menebus salah itu. Karena sungguh, hamba ini lemah dan tak luput dari dosa!

Ya, Alloh, hanya Engkau pula, tempat mengadu. Aku mengaduh, ya Alloh. Mengaduh dengan penuh ikhlas atas hidupku ini. Hamba tak memiliki apa-apa. Tak punya apa-apa. Hanya dirimulah dzat yang menguasai atas segala sesuatu yang hamba miliki.

Ya, Alloh, aku bermunajat kepadamu. Meminta, tenangkahlah batin ini. Berilah hamba-Mu senyum dan keceriaan hari esok dengan istirahat yang cukup dalam hidup normal. Sungguh, aku rindu hal itu....

Sahabat, siapapun dirimu yang membaca ini, maafkanlah diriku bila ada alpa dan menyimpan salah selama ini. Sungguh, aku tulus mengetuk pintu maafmu. Hingga, aku bisa tenang menapaki hidup ini!

Saturday, September 13, 2008

Stop ghibah?

Ghibah atau ngrumpi memang merupakan kegiatan paling asyik dan menyenangkan saat kumpul di sana-sini. Tahukan? Dengan ghibah, kepuasan batin itu bisa muncul. Seolah-olah semuanya tertumpah dan terlampiaskan.

Mengapa sih aku terkadang masih terjebak pada perbuatan ini? Mengapa pula, aku menjadi ingin tahu kondisi atau kabar apapun tentang orang lain? Mengapa juga aku musti bertanya dan mengajak orang untuk berbicara soal ini dan itu atau tentang siapa dan apa?

Padahal, masih ada kan pembicaraan lain. Pembahasan lain. Atau semunya yang serba lain....

Tapi inilah susahnya. Ghibah itu telah jadi menu. Kadang, aku sudah coba untuk tidak melakukannya, namun eh...teman ngomong malah ngajakin ngrumpi tentang kantor, soal dia, ia, dan hahahaha....apa sih?????

Hmmmm...gimana ya untuk bisa menghindar? Kalau gak ngomongin orang lain, apa harus bicarain diri sendiri saja? Wah, bisa-bisa tergolong kaum narsis alias terjebak ujub! Kalau ini dibiasakan, toh gak baik juga kan? Lama-lama, kita bisa sakit. Bermain diangan-angan dan mimpi sendiri hingga menganggap apa yang dilakukan orang lain itu selalu salah di mata kasat atau hati kita!

Lantas, baiknya gimana dong? Bingung kan?

Wew, mengapa repot! Bukankah, ghibah itu memang adalah bagian dari silaturrahim yang ada di sekitarku?

Tak percaya? Lihat sajalah, bila kita ketemu teman, pasti juga ikut membicarakan teman yang lain. Meskipun hanya bilang, ”Gimana kabar si anu? Dia lagi sibuk apa? Terakhir bagaimana?”

Nah, berhubung tak bisa dihindari, ya aku gak bisa dong menyetop ghibah! Cuma, satu komitmenku, sportiflah! Yah, aku puji dia dihadapan orang lain bila memang dia layak mendapatkan itu semua. Atau, mengapa kita tutupi aib ia, bila ternyata dirinya sendiri tak mampu menjaga aibnya itu?

Sebab, saat ia mulai bercerita tentang aib dirinya, maka babak kenaifan itu sudah ditabuh. Bukankah Alloh sebenarnya sudah menutup aibnya itu di kala pagi hari???? Jadi, mengapa ia memaksakan bercerita di siang harinya???? Wallohu’alam deh!

Thursday, September 11, 2008

Untuk yang tanya-tanya soal kapan menikah


BELUM lama ini saya mendapatkan surat undangan dari seorang teman lama, sewaktu masih masih aktif di organisasi kampus. Kawan itu datang pada malam hari, dengan membawa empat helai kertas berdesain lux plus foto-foto mesra.

Entah, sudah berapa banyak silih berganti surat undangan seperti itu atau sekedar SMS pemberitahuan ihwal walimatul ursy jatuh ke tangan saya. Kala membacanya, di dalam hati pun kerap terselip pertanyaan,"”Kapan ya menyusul?”

Begitulah yang selalu terlintas dalam benak saya. Apalagi, saat melihat rekan saya yang datang kali itu membawa banyak surat undangan untuk disebarluaskan kepada teman-teman lain, atau kerabat.

Wah, enak nih sudah dapat calon!” kata saya saat menerima undangan itu. "Ya, namanya juga jodoh, Yan, ” jawabnya.

Nah, kebetulan kawan saya itu datang bersama calon isterinya. Dia bilang, calon isterinya itu sudah layak dan sangat sesuai dengan kriteria akhwat shaleha yang dia cari.

Yah, itulah yang namanya jodoh! Kadang selama ini, saya atau yang lain sering kali menganggap jodoh adalah sebuah misteri. Artinya, jodoh adalah sesuatu yang tak dapat diketahui oleh manusia--hanya Alloh yang mengetahui hal tersebut.

Anggapan orang-orang bilang bahwa jodoh adalah misteri terlihat dengan sebuah kepercayaan jika jodoh merupakan sesuatu yang telah Alloh tentukan untuk kemudian disembunyikan dari hambanya, sehingga dia sama sekali tak bisa mengetahuinya.

Tetapi, saya berpikir, benarkah jodoh itu misteri? Apakah jodoh adalah sesuatu yang telah ditetapkan dan diatur Alloh begitu saja? Apakah tak ada kebebasan bagi manusia untuk memilih jodoh bagi dirinya sendiri?

Memikirkan soal ini, mengingatkan saya pada Murabbi ketika ia mengajukan kepada Ma'du-nya di halaqah. MR saya itu bilang, ”Siapa nih yang sudah siap nikah? Di tangan saya ada proposal akhwat yang mencari ikhwan. Siapa di antara kalian yang siap menjadi calon suaminya?" kata Murabbi itu.

Tiba-tiba suasana halaqoh pun jadi hening. Saya dan teman-teman satu kelompok hanya saling pandang. Kadang senyum tertahan tampak dari mimik kami. Kiranya, siapa yang bersedia berumah tangga alias menerima tantangan ustadz?

Sekian lama bengong, akhirnya suasanya pun menjadi riuh. Saling tunjuk pun terjadi. “Nah, ente aje deh yang buru-buru nikah. Ente kan udah gawe dan mapan? Siapa sih akhwat yang tak mau?” Itulah kalimat-kalimat yang terlontar dari kawan-kawan saya yang lain. Mereka saling tunjuk mencari sasaran dengan memilih saya.

Hah????Saya? Sepertinya tidak! Kenapa? Karena saya belum bisa dikriteriakan ikhwan yang mapan untuk sebagai lelaki yang siap menikah. Memang menikah adalah suatu hal yang sunnah yang perlu di laksanakan.

Tapi, bagaimana kalau seorang seperti saya belum mapan—menikah juga bukan sebuah permaianan. Karena dalam suatu pernikahan tersimpan suatu yang sakral untuk kita hormati. Untuk itulah saya tak mau terburu-buru. Toh, nanti jodoh akan datang sendirinya—Alloh yang akan memberi jalan-Nya dalam ikhtiar saya. Semoga!

Namun dengan demikian, ada hukum kehidupan yang kita kenal dan juga pepatah “Tak Kenal Mak Tak Sayang. Tak Sayang Maka Tak Cinta”. Artinya, untuk memeroleh pasangan hidup, maka kita harus ada proses interaksi terlebih dahulu. Jadi, sangatlah tak mungkin kalau seorang berdiam diri saja di rumah, tanpa berinteraksi atau ber muamalah dengan siapa pun bakal memeroleh pasangan.

Oleh karena itu jodoh kita berada di tempat di mana kita berada dengan tingkat intensitas yang tinggi. Apabila, kita sering nongkrong di CafĂ©, tentu kita akan memeroleh jodoh di tempat di mana kita nongkrong. Seperti ungkapan yang sering terdengar, “Kalau bergaul dengan tukang minyak wangi, aroma wanginya akan ikut menempel. Begitu juga kalau bergaul dengan seorang pembunuh, tentunya kitajuga akan kecipratan darahnya pula!”

Entahlah, benar atau tidaknya saya juga masih rancu dengan pepatah tersebut.
Tapi bagi saya itu tak ada pengaruhnya dalam kehidupan pribadi. Begitu juga ketika menentukan jodoh! Kalau ingin mendapatkan akhwat shaleha, ya kita harus banyak pergi ke majlis taklim bukannya ke bar maupun ke pub. Bukankah begitu?

Jadi jodoh bukanlah sebuah misteri, karena pada dasarnya kita dapat mengetahui siapa yang kira-kira akan menjadi jodoh kita?

Lalu bagaimana dengan orang yang sudah menikah dan kemudian cerai, apakah itu bukan jodoh? Janganlah kita katakan, ”bukan jodoh” atas hal tersebut. Sesungguhnya hal tesebut kegagalannya dalam mengelola hubungan dengan seseorang di mana seseorang masih mengedepankan egon-nya.

Terus bagaimana dengan yang belum dapat pasangan? Seperti saya contohnya yang high quality jomblo? Hahahahaha.....

Hal itu bukankah berarti Alloh belum menimbulkan atau memilih seseorang untuk kita karena seperti yang telah saya sebutkan tadi, pengalaman saya bahwa masalah siapa-siapa adalah urusan sendiri. Dan apabila kita masih belum mendapatkan pasangan juga, jangan men-judge-Alloh dengan kata: belum jodoh!

Sebab, bisa jadi ada yang tak beres pada diri kita. Hehehe....Jodoh, itu memang pulang tak di antar, datang tak dijemput....Kalau ingin datang, jemputlah ia....Nah, masalahnya, saya belum mau 100% menjemputnya hingga semua harus kembali berpulang! Gitu lho rekan-rekan.....

Di Cirebon Plaza....


WAH gak nyangka kalau di hotel Cirebon Plaza kayak gini bisa free wi-fi. Tadi sempet ketar-ketir. Habisnya, isi pulsa TelkomselFlash lagi habis. Jadi bingung, malam ini ngenet dimana? Nah, iseng tanya sama si resepsionis, di sini ada empat makan yang bisa free wifi dimana ya?

Eh, dia bilang, di sini ada kok mas....Huhu, makanya ini malam langsung dipuas-puasin ngenet. Kemarin sih memang harus prihatin. Soalnya menginap di Purwekerto. Di Unsoed sih memang ada free wifi, tapi masa sih ngenet di kampus. Mana nyamuknya pasti banyak.....

Ya sudahlah, aku mau puas-puasin saja tidur....Besok masih harus mutar-muter di Cirebon. Satu langkah lagi, aku balik lagi ke Jakarta...

Puas, puasin mas....

Thursday, September 04, 2008

Meluruskan Moral Puasa

SUATU ketika, Rasulullah Saw pernah bertanya kepada para sahabat-sahabatnya:

”Tahukah kalian, siapa orang yang bangkrut itu?” Para sahabat pun kemudian menjawab,”Orang yang bangkrut adalah mereka yang kehilangan hartanya dan seluruh miliknya ya, Rasul."

Mendengar ucapan sahabat-sahabanya itu, Nabi berkata, “Tidak!” ”Lantas, siapa mereka itu ya, Rasulullah?” tanya sahabat.

Nabi pun kemudian mengatakan bahwa mereka yang bangkrut adalah orang yang datang pada hari kiamat dengan membawa pahala dari puasanya, zakatnya, hajinya, namun saat pahala-pahala itu ditimbang, datanglah orang mengadu, ”Ya Allah dulu orang itu menuduhku pernah berbuat

sesuatu padahal aku tak pernah melakukannya.” Lalu, Allah menyuruh orang yang diadukan itu untuk membayar kepada pengadunya dengan sebagian pahala dan menyerahkannya.

Kemudian datang orang yang lain lagi dan mengadu, ”Ya Allah hakku pernah diambil dengan sewenang-wenangnya.” Lalu Allah menyuruh lagi membayar dengan amal shalehnya kepada orang yang mengadu itu.

Setelah itu datang lagi orang yang mengadu, sampai seluruh pahala shalat, haji dan puasanya tersebut habis untuk membayar orang yang pernah haknya dirampas, yang pernah disakiti hatinya, yang pernah dituduh tanpa alasan yang jelas.

Semuanya dia bayarkan sampai tak tersisa lagi pahala amal shalehnya. Tetapi, orang yang mengadu masih datang juga. Maka, Allah memutuskan agar kejahatan orang yang mengadu dipindahkan kepada orang itu.

Rasulullah melanjutkan,”Itulah orang yang bangkrut di hari kiamat, yaitu orang yang rajin menjalankan upacara-upacara ibadah (shalat, puasa, zakat, dan lain sebagainya) tetapi dia tak memiliki akhlak yang baik. Dia merampas hak orang lain dan menyakiti hati mereka.”

Kisah percakapan Rasulullah dengan para sahabat ini, tentu cukup menggambarkan kepada kita, betapa ibadah yang selama ini kita lakukan akan sia-sia bila tidak diikuti dengan perubahan akhlak. Sebab, setiap ibadah, termasuk puasa, di dalamnya terkandung pesan moral yang mendidik nilai tertentu, akhlak tertentu agar sang hamba bisa kian dekat dengan Allah, Swt.

Bahkan, begitu mulianya pesan moral tersebut, Rasulullah sampai menilai ’harga’ suatu ibadah itu dilihat dari sejauh mana kita mampu menjalankan pesan-pesan moral itu. Karenanya, bila ibadah yang kita jalankan tersebut tak mampu meningkatkan akhlak kita, maka Rasulullah menganggap bahwa ibadah itu tak bermakna apa-apa. Dengan kata lain, kita tak melaksanakan pesan moral ibadah ini.

Lantas, mengapa Islam sangat menekankan prinsip moral itu? Prinsip akhlak itu? Karena kedatangan Rasulullah sendiri tak sekedar mengajarkan zikir dan doa. Nabi sudah secara tegas mengatakan misinya di bumi ialah menyempurnakan akhlak, termasuk ibadah puasa, bangun di tengah malam, dan shalat. Semuanya diarahkan demi menyempurnakan akhlak manusia.

Bahkan, kalau ada orang yang menjalankan pelbagai ibadah, tetapi kurang memperhatikan akhlaknya, sekali lagi Islam tak pernah menghitungnya sebagai ibadah.

Ada pernyataan kepada Rasulullah,”Ya Rasulullah ada orang yang berpuasa di siang hari dan bangun di malam hari untuk melakukan qiyamul lail, tetapi ia menyakiti tetangganya dengan lidahnya.” Maka Nabi menjawab, ”Dia di Neraka.”

Lalu, apa sebenarnya yang menjadi pesan moral ibadah puasa yang kita lakukan saat ini? Salah satunya adalah dilarang memakan makanan haram. Agar kita menjaga diri jangan sembarang memakan makanan. Bahkan, makanan halal pun tak boleh kita lakukan sebelum datang waktunya.

Pesan moral Ramadan adalah jangan jadikan perut Anda sebagai kuburan orang lain. Jangan jadikan perut Anda sebagai kuburan rakyat kecil.

Jangan pindahkan tanah dan ladang milik mereka ke perut Anda. Itulah pesan moral puasa yang mungkin relevan dengan kondisi bangsa saat ini. Semoga kita berpuasa sesuai dengan hakikatnya dan meluruskan moral ibadah kita dengan perbaikan akhlak.

Mudik, Jalan, Mudik....!

HARI mendadak mudik. Hehe, bukan berarti pulang kampung. Tapi, baru saja selesai ngisi form-form liputan mudik. Wadauuu...seperti biasa, tahun ini kena jatah lagi meliput kesiapan jalan di jalur pantai utara dan selatan. Tujuannya sih, gak jauh-jauh. Cuma sampai Purwekerto terus balik lagi ke Jakarta.

Nah, saya berangkat rencananya, Rabu 10 September esok. Pulang Minggu. Lumayan juga tuh, pasti bisa bikin aku patah tulang. Untungnya, aku punya kenalan dari manajemennya Anissa Bahar. Jadi, bisa diajarin dulu deh, goyang patah-patah....hahahaha...So, di jamin, meski badan bakal remuk redam tapi karena dibawa bergoyang, akan balik modal....

Tapi, ada yang ganjel nih! Puasa...puasa, pasti jadi agak susah ibadanya. Secara tak langsung, perjalanan-perjalanan keluar kota kayak gini, pastilah membuat aku jadi terganggu. Wah, bisa gak khusu' nih ibadanya di Ramadan.

Jadi, ingat tahun lalu. Puasa pertama sampai hari keempat ada di Lombok. Buka puasa di Segigi. Cari makan agak susah. Jatuhnya, makanan padang melulu. Belum lagi, karena pas musim panas, energi terkuras setelah seharian mutar-muter liputan. Trawihnya pun gak jelas. Gara-gara start yang buruk itulah, aku harus legowo bila satu bulan berpuasa terasa hambar..Aku cuma lapar dan haus saja secara fisik yang akan selesai, bila dahaga dan lapar terobati. Namun, ruh ini? Mana ketehe.....????

Terus, tahun sebelumnya, ceritanya nyaris sama. Lagi di Banjarmasin. Berputar-putar hingga berujung di Entikong. Weleh-weleh, bener-bener mabok....

So, doakan, aku bisa berpuasa dengan tenang dan sesuai hakikat tahun ini. Aku juga akan berbagi cerita jalan-jalan. Sekalian berbagi info makanan enak..... Allohuakbar!!! Jangan nyerah sama kerjaan!

Mulai dari yang ringan....

LAMA gak ngeblog, kangen juga. Sebenarnya sih, ingin memulai lagi dengan yang ringan-ringan saja. Yah, mengembalikan blog-ku ini seperti pada trah-nya. Menjadi catatan elektronik harian, dan atau semua keluh kesah perjalanan tiap hari.

Well, meski tak ada yang liat, setidaknya aku sendiri saja deh yang liat. Lumayan kan, bisa dijadikan sebagai tempat menghibur diri di antara kegamangan dan kekesalan duniawi.

Go, go, up date lagi. Kamu ada karena mau berbeda.....