Saturday, June 23, 2007

Gelisah

Soal Kegelisahan


Beberapa hari ini, saya hampir setiap malam mendapat sms atau telepon dari teman-teman masa lalu. Entah, itu teman waktu SMA dulu atau yang dari kampus. Kadang-kadang, saya juga harus dipaksa melayani lebih dari satu, dua, hingga lima orang.

Seperti biasa, isi sms itu tak jauh-jauh dari ucapan apa kabar? Lagi dimana? Sibuk apa? Malah ada yang bilang, sudah sukses jangan sombong-sombong ya....!

Sebagai sahabat, tentu saya merespons sms itu dengan kata-kata dagelan. Lelucon yang mengantarkan pada obrolan-obrolan renyah. Selanjutnya, tentu omongan kami itu tak jauh-jauh menyoalkan masa lalu. Waktu SMA dulu, kuliah dulu, kecil dulu, dan......ha...ha....kami pun harus terbahak-bahak mengingat betapa cupunya sosok saya dulu.

Dan, satu lagi yang tak ketinggalan dari pertanyaan-pertanyaan teman-teman ke saya adalah: sudah menikah belum? Lalu, ketika saya jawab belum mereka pun melanjutkan, sudah punya calon belum? Lantas kalau saya jawab belum, bak seperti ibu saya mereka kemudian membalas, si ini nganggur tuh....! Si ono mau tuh! Atau sama si anu saja, nanti aku hubungkan!

Saya pun hanya bisa nyengir dengan sikap sok care mereka. Saya sangat menghargai usaha teman-teman itu untuk menjadikan diri ini bahagia. Punya status berubah di KTP. Atau minimal, kalau bertemu dengan mereka tak melenggang sendiri terus. Jadi, ada yang digandeng dan itu halal.

He...he....jawaban ini paling sering saya tulis menutup pertanyaan-pertanyaan yang menyerang itu. Tapi, well mungkin mereka mengingatkan saya untuk mulai memikirkan hubungan ke arah ini.

Namun, satu pertanyaan yang hingga kini belum bisa jawab adalah, apakah pernikahan itu merupakan hal yang teramat prestisius? Sebab satu hal yang saya tangkap dari sikap teman-teman itu yakni mereka merasa telah berprestasi ketika sudah punya istri, suami, apalagi plus anak!