Thursday, September 06, 2007

KS


PT Krakatau Steel
Bergulat Menggapai Untung

DAENULHAY mengambil secarik kertas. Perlahan, ditariknya pensil yang sedari tadi menyelip di kantong baju seragam biru tuanya. Tak berselang lama, pensil itu pun langsung menari membentuk enam bulatan di atas kertas putih tadi. Dari keenam bulatan itu, bulatan pertama hingga kelima dibuat secara melingkar. Sedangkan, bulatan terakhir dipisahkan di atas bulatan kedua dan ketiga.

Lantas, orang nomor satu di PT Krakatau Steel itu pun langsung memberi kode di dalam keenam bulatan tersebut. Berurut, mulai dari C1 sampai C6. Tak berselang lama, Daenulhay lalu menamai kode-kode di dalam bulatan yang ia buat.

C1 adalah perusahaan produsen baja atau pihak Krakatau Steel sendiri, C2 konsumen, C3 kompetitor, C4 suplaier, C5 distributor, dan C6 regulator. ”Inilah peta persoalan kami di Krakatau Steel. Ada lima faktor yang harus dilawan oleh satu company ditambah satu faktor luar,” ucapnya sembari membuat garis panah hubung antarmasing-masing kode.

Kepada saya di ruang kerjanya, awal bulan lalu, Daenulhay menyatakan konsumen ibarat seorang raja yang harus selalu dipenuhi semua keinginannya. Jika tidak, maka dia akan mudah beralih ke perusahaan lain. Apalagi, kini baja telah menjadi komoditas yang begitu mudah diperoleh. ”Jadi kami harus melawan tekanan konsumen. Kalau tidak dia pindah ke sini (kompetitor),” katanya.

Di sisi lain, Krakatau Steel juga harus melawan pihak kompetitor, bukan hanya di dalam negeri tetapi juga luar negeri. Mereka umumnya adalah perusahaan swasta yang begitu fleksibel dan bisa menerapkan special propose company dengan keuntungan marginal. Swasta juga dapat menghindari pajak jika keuntungan mereka masih minus dan turut memangkas upah pekerja. Tentu, kondisi ini sangat berbeda dengan Krakatau Steel yang berstatus Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

Kemudian, Krakatau Steel dihadapkan pula dengan suplaier bahan baku dan tekanan distributor di daerah-daerah yang siap menjadi kompetitor jika tidak dituruti kemauannya.

”Waktu perpindahan distributor itu cepat. Bukan bulanan, tapi harian. Kalau tidak dipenuhi, mereka ikut jadi pesiang kami. Terus ditambah regulasi. Akhirnya, bila kekuatan kami tak match dengan mereka (lima faktor tadi), maka KS ya, death!” tuturnya.

Sebab itu, Daenalhay menyatakan, tidak ada pilihan lain bagi Krakatau Steel, kecuali memperkuat daya saing dengan menciptakan keunggulan kompetitif, baik itu berupa kualitas produk ataupun harga. Krakatau Steel juga saat ini tengah menjajaki aliansi strategis dengan perusahaan sejenis, mencari pendanaan baru melalui privatisasi perusahaan induk dan anak usaha, selain menerapkan kontrak jangka panjang bahan baku dengan suplaier, memilih konsumen menengah ke atas agar tetap eksis sebagai pemain baja terbesar di Indonesia.

***

MEMANG di tengah-tengah semakin kinclongnya industri baja global, kondisi perusahaan baja nasional hingga kini masih saja terseok-seok, termasuk di dalamnya PT Krakatau Steel. Meskipun, pasar baja di dalam negeri masih terbuka lebar, hal itu bukanlah jaminan bagi Krakatau Steel untuk bisa mendulang untung berjibun. Bahkan, keuangan BUMN ini masih saja seret.

Krakatau Steel pada tahun lalu mengalami kerugian yang serius yakni mencapai Rp194 miliar, kendati pada triwulan pertama 2007, perseroan telah berhasil membukukan laba bersih sesudah pajak sebesar Rp117 miliar, atau melonjak 182 persen dari target yang dipatok Rp64 miliar.

Nilai ini diperoleh dari penjualan produk baja Krakatau Steel yang mampu mencapai Rp2,957 triliun atau 87 persen dari target Rp3,416 triliun. Dari capaian ini Rp2,704 triliun didapatkan dari penjualan domestik dan Rp253 triliun pasar ekspor. Sedangkan, penjualan produk non baja berhasil mencapai Rp3,165 triliun.

Tahun ini sendiri, total volume produksi grup Krakatau Steel diproyeksikan dapat meningkat menjadi 6,12 juta ton atau naik 15,54 persen dibandingkan 2006 hanya mencapai 5,3 juta ton. Perseroan juga berencana meningkatkan nilai penjualan produk baja di pasar domestik pada 2007 menjadi Rp11,57 triliun dari Rp9,66 triliun pada 2006.

Namun, situasi yang dialami Krakatau Steel tentu sangat ironis bila dibandingkan dengan industri baja dunia yang tengah berpesta menikmati keuntungan besar. Sebut saja, perusahaan baja asal Korea, POSCO yang dibangun hampir bersamaan dengan Krakatau Steel yakni pada era 70-an.

Saat ini berdasarkan data International Iron and Steel Institute (IISI) perusahaan tersebut telah mampu memproduksi 30,5 juta ton per tahun. Sedangkan, Krakatau Steel baru mampu 2,5 juta ton saja.

Selain itu, yang paling fenomenal adalah perusahaan baja Arcelor-Mittal di panggung global yang kini mampu menggeser dominasi Nippon Steel sebagai pemain terbesar baja dunia setelah merajai dalam lima tahun terakhir. Arcelor—Mittal merupakan perusahaan yang lahir dari hasil merger Mittal Steel dan Arcelor. Kedua perusahaan baja tersebut kini menghasilkan produksi hingga 125 juta ton.

***

DAENULHAY sangat menyadari tantangan yang tengah dihadapi perusahaannya. Sebab itu, kini dia tengah fokus untuk menjadikan Krakatau Steel untung. ”Target saya tahun ini bisa untung Rp550 miliar.”

Karena itu, ujar dia, Dalam Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) 2007, PT Krakatau Steel telah menerapkan langkah-langkah jangka pendek, menengah, dan pajang untuk mencapai visi mereka sebagai perusahaan baja kelas dunia. Pada 2007—2008, perseroan mematok target untuk bisa unggul berdasarkan harga yang kompetitif dan mampu bersaing dengan produk kompetitor, baik itu impor ataupun ekspor.

Pada 2008—2013, Krakatau Steel juga menargetkan bisa memiliki kapasitas total 10 juta ton. Caranya, dengan joint venture, penempatan modal dan akuisisi pada perusahaan baja nasional dan luar negeri. Sementara, pada 2020 perseroan berharap meningkatkan kapasitas total menjadi 20 juta ton. (tur)

No comments: